Selasa, 16 Juli 2024

Manusia Merdeka: Berdaya dalam Memilih (Pemikiran Ki Hadjar Dewantara)

 Ki Hadjar Dewantara pernah mengingatkan pada kita tentang konsep manusia merdeka, yaitu: mereka tidak terperintah, mereka dapat menegakkan dirinya, tertib mengatur perikehidupannya, sekaligus tertib mengatur perhubungan mereka dengan kemerdekaan orang lain. Dengan begitu, pendidikan seyogyanya adalah upaya sadar untuk menumbuhkan manusia-manusia yang merdeka. Dalam pernyataannya yang lain, Ki Hadjar Dewantara (Dasar-dasar Pendidikan, 1936), menyampaikan bahwa: “Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat.” Gambar 9. Interpretasi atas maksud pendidikan Ki H


Jika kita maknai sedikit mendalam pernyataan tersebut, maka pendidikan harus mampu menuntun anak untuk memilih jalan kodrat yang menguatkan mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat. Kita kemudian dapat juga melihat bahwa “sebagai manusia”, kita perlu memperhatikan hubungan kita dengan Tuhan, diri kita sendiri, sesama, dan semesta. Sebagai manusia ber-Tuhan, sebagai makhluk dengan otak paling canggih, kita harus menyadari peran penting kita dalam harmonisasi antara individu manusia dengan manusia lain, makhluk lain, dan ibu bumi. Semakin harmonis hubungan kita, maka makin besar kesempatan kita mencapai keselamatan dan kebahagiaan. 

Kita juga dapat melihat bahwa “sebagai anggota masyarakat”, kita adalah bagian dari berbagai lingkungan sekaligus. Kita adalah anggota dari suatu keluarga, kita juga anggota dari masyarakat di lingkungan rumah tinggal, kita juga anggota masyarakat di kelas-sekolah dan lingkungan sekitar sekolah, kita juga anggota masyarakat lokal (kabupaten/kota/provinsi), kita pun adalah anggota masyarakat di tingkat nasional, regional, dan global. Ketika kita paham bahwa sebagai individu kita adalah anggota masyarakat yang lebih luas, maka kita juga harus paham bahwa secara individu, kita berkontribusi, serta membawa potensi diri kita (baik potensi kebaikan maupun keburukan) ke dalam semua lingkungan tersebut. Dengan demikian, kita perlu secara sadar, sepenuh hati dan pikiran, menjadi seseorang yang makin berdaya dalam memilih sehingga semakin bijaksana dalam menjalani kemerdekaan kita itu. William Glasser (1998) pernah menyatakan dalam “teori pilihan”, bahwa perilaku seorang manusia adalah buah dari pilihan yang dibuat oleh manusia itu sendiri (baca Bacaan 1. Aksioma terkait pilihan). Setiap hari, manusia selalu berada dalam situasi untuk memilih. Apakah harus bangun pagi atau tidur lagi, apakah harus bereaksi keras atas berita yang menyinggung perasaan walaupun belum pasti kebenarannya atau mengecek dahulu kebenarannya dahulu, dan lain sebagainya. Untuk itu, kita perlu terus berlatih untuk:

(1) fokus pada apa yang terjadi saat ini bukan masa lalu; (2) menghindari 7-kebiasaan buruk yang secara eksternal “mengganggu” relasi dengan orang lain: mengkritik, menyalahkan, mengeluh, menjengkelkan, mengancam, menghukum, menyuap (memberi reward) untuk mengendalikan orang lain; (3) menjalankan 7-kebiasaan mempedulikan orang lain: mendukung, mendorong, mendengarkan, menerima, mempercayai, menghormati, dan menegosiasikan perbedaan; (4) menghindari membuat dalih dan alasan karena menghalangi kita membangun relasi; (5) bersabar. [sumber: Glasser, 2011] 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar