ITU (tak) PERLU
Matahari telah tenggelam di laut senja, mengusir jingga? yang merayu mata-mata ortodox di balik lensa.
Dan malampun menyambut seperti biasa, tanpa senyuman atau sekedar berbasa-basi, lalu; hasratku mencoba beradaptasi dengan keheningan.
Mencari namamu? di antara huruf yang berserakan di sudut ruangan, mungkin aku ceroboh? tak merekatkan dengan erat huruf-huruf itu, di sela tebing dinding kamar.
Tapi sudahlah.!? memuliakanmu bukan bagian dari sebuah rencana, akupun sedang di tuntut untuk merancang setangkai payung, agar aku bisa berlindung dari hujan sesaat, ketika cuaca terik membakar peluh, bisa saja tragedi itu tiba sewaktu-waktu?
Kamu!" iya kamu, mungkin kau tak perlu membuang waktu, untuk berbisik di akhir tahajjud, atau bergunjing tentang aku, pada nyanyian subuh yang berkidung, sebab senandungnya hanya akan menyakiti hatimu yang terpaksa, itu tak perlu!"
Sebab auraku tak cukup menampung energi mistik, hanya untuk mengetahui? semua ruang lingkup jejak langkahmu.
Pentingkah aku? atau hanya aku yang terlalu berambisi, memperkenalkanmu pada dunia, bahwa sesungguhnya akulah yang ternyata; di hambakan.
Sebodoh inikah diriku? menyanjung purnama di pertengahan malam, sedangkan cahayanya tak pernah sampai, ke kursi taman tempatku mengasingkan diri, bahkan semburat fajar telah menyadarkanku, bahwa ternyata; mataku tak pernah terpejam sepanjang malam.
Dan saat pagi menawarkan segelas selimut hitam, ku lihat seekor kupu-kupu tersesat, dan berjongkok di sudut jendela, menghindar dari halimun dingin, yang masih menutupi kerdilnya rumah taman.
Mentari yang ikut terjaga sepintas bagai wajah sejuk sang rembulan, karena jarak pandangan, masih terhalang sayap-sayap kabut yang berterbangan.
Lalu ku ajak langkahku berpaling ke punggung surau, tempat mata air mengalir dari celah bebatuan, untuk membasuh wajah yang gersang di gurun harapan.
Ini adalah hari yang dingin?
Nampak beberapa bocah penghuni gubuk, duduk memeluk lutut, menghitung literan air yang keluar dari mulut batu alam, menunggu antrian untuk setiap basuhan.
Sementara seragam sekolah, telah menunggu di pangkuan ibunda.
Ada keinginan dalam hati untuk kembali ke masa kecilku, agar tak perlu lagi untuk pura-pura kokoh, seteguh pasak bumi menunggu semua rencana terwujud? menjadi sesuatu yang pasti.
Namun yang terjadi semua tak seinstand sebuah teori, yang aku tahu hatiku masih tersimpan bermacam teka-teki tentang dia.
Muara wahau, 27/10/2023
Amat Dodeng
#ruangrelung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar